Perut bumi Aceh ternyata menyimpan kekayaan yang melimpah. Selain minyak, gas, bijih besi dan logam mulia --yang memang sudah dieksploitasi besar-besaran-- yang paling diburu sekarang adalah batu mulia, Giok. Batu alam bernilai tinggi dengan kualitas paling bagus itu ada di kawasan pegunungan Singgah Mata, Nagan Raya. Bagaimana jejak perburuan dan proses eksploitasi batu mulia itu di kawasan hutan lindung tersebut? Kami merekamnya dalam beberapa laporan berikut.
LUBANG-LUBANG bekas galian dengan kedalaman yang bervariasi tampak bertebaran. Pecahan-pecahan batu besar berserakan di lereng bukit. Beberapa pohon sepertinya sengaja direbahkan untuk memudahkan truk keluar-masuk. Namun, siang itu, suasana di sekitar lokasi tersebut tampak sepi. Tak tampak aktivitas apa pun.
Padahal, beberapa hari sebelumnya, wilayah pegunungan Singgah Mata yang juga termasuk kawasan hutan lindung, ramai oleh hiruk-pikuk para pencari batu giok. Saat Serambi ‘menyusup’ ke kawasan ini, pekan lalu, para pencari batu memang sedang ‘tiarap’. Soalnya, beberapa hari sebelumnya Pemkab Nagan Raya menerjunkan tim untuk menyetop eksploitasi batu alam di sana.
Para pencari batu berasal dari berbagai kawasan di Aceh. Bahkan banyak juga yang berasal dari Sumatera Utara. Beberapa warga desa di sekitar Gunung Singgah Mata, kini juga berbalik profesi: Dari petani/pekebun menjadi pencari batu alam.
Untuk mencapai kawasan itu tak terlalu sulit. Dari pinggir Jalan Nasional Ladia Galaska, butuh waktu sekitar 20 menit mencapai kawasan tersebut dengan jarak tempuh sekitar 10 kilometer. Cuma cuaca pada siang hari sering bermasalah.
Sebagai kawasan hutan lindung yang masih menyisakan tutupan vegetasi yang cukup baik, hujan sering turun di siang hari. Saat bertandang ke sana pekan lalu, wartawan Serambi juga kesulitan memotret detail. Hujan lebat disertai kabut memaksa Serambi cepat kembali
0 Response to "Menengok Perburuan Giok di Singgah Mata, Aceh"
Posting Komentar