Top Advertisement

Bio Solar Aceh dan Bengkulu Jadi Pesaing Bacan

Batu Bio Solar Aceh

Batu Akik Bacan mulai pudar pesonanya digerus batu akik asal Bengkulu, Jambi dan Aceh. Hal ini tampak terlihat dari Pameran Pangan Nusa dan Produk Dalam Negeri Nasional di Monas, Jakarta Pusat.
Pengrajin batu akik Bengkulu, Mulfiko (31) mengatakan, sejak hari pertama pameran Jumat (26/9/2014), produk dagangannya lumayan ramai diserbu pembeli. Sejumlah produk batu akiknya seperti cempaka, limo manis, kecubung ulung dicari masyarakat Jakarta.
“Lumayan bang. Ini yang banyak ditanya kecubung ulung, teratai, sama limo manis. Kalau teratai itu cantik karena motifnya,” ujar Mulfiko saat ditemui di standnya dalam Pameran Pangan Nusa dan Produk Dalam Negeri Nasional di Monas, Jakarta Pusat, Minggu (28/9).
Dia menceritakan kalau di kampung halamannya, Bengkulu, bisnis batu akik lagi moncer. Namun, batu-batu akik asli lokal seperti teratai, limo manis, cempaka menjadi raja di daerahnya. Adapun batu-batu seperti safir, ruby, dan garut kurang diminati.
“Kalau di daerah Bengkulu begitu. Paling bersaing sama batu bacan. Nah, ini batu-batu Bengkulu saya coba bawa ke sini karena langganan saya ada banyak dari Jakarta,” sebutnya.

Untuk harga, dia mengatakan tergantung motif dan ukuran. Tapi, untuk saat ini, masyarakat ibukota banyak yang mencari kecubung ulung. Harga batu ini berkisar Rp 5 juta – Rp 10 juta. Begitupun dengan limo manis dan cempaka yang merupakan batu asli dari perbukitan di Bengkulu serta Jambi. Kalau motifnya bagus, harga batu akik ini bisa tembus Rp 15 juta – Rp 50 juta.
“Motifnya ada yang cewe, terus gambar rumah, hewan, terus bayi. Ini yang dicari karena susah cari yang begitu. Banyak orang Jakarta nanya. Kalau mesen, bisa saya cari’in motif-motif yang unik kayak begini nih,” katanya sambil menunjuk batu akik cempaka bermotif wanita berambut panjang.
Karena mengklaim dagannya laris, Mulfiko berencana buka cabang toko batu akik di Jakarta. Apalagi, dia mengaku sudah ada langganan dari Kelapa Gading dan Pluit, Jakarta Utara. Dalam pameran produk di Monas, dia mengklaim merupakan satu-satunya pengrajin batu akik Bengkulu dan Jambi.
“Langganan ini mereka datang waktu acara MTQ di Jambi itu. Saya buka di Monas, mereka kemarin datang juga. Ya, Alhamdulillah, pede aja kalau bersaing mah,” katanya.
Meski memudar, batu alam asal Halmahera, Maluku yaknio batu Bacan tetap menjadi perhatian pengunjung. “Yang ini Rp 3 juta, yang itu Rp 7 juta, yang itu murahan karena kecilan, Rp 3,5 juta aja,” kata pengrajin Batu Bacan, Ridwan (36).
Ridwan mengatakan sejak tiga bulan ini, batu bacan banyak dicari pembeli.

Sementara, bahan dasar dari Pulau Bacan, Halmahera lagi susah dicari karena bersaing dengan pebisnis dari Korea dan Taiwan. Karena bahan susah dicari, Ridwan dan teman-temannya memakai bahan dasar stok lama.
“Bahan dasar stok lama. Tapi, koleksi barang enggak pengaruh. Kita baru bisa dapat bahan baru bacan baru nanti pertengahan November. Kita sudah pesen,” ujar pria yang sudah sembilan tahun berkecimpung sebagai pebisnis batu akik tersebut.

Ridwan mengaku sejak hari pertama pameran di Monas pada Jumat (26/9) lalu, sejumlah pengusaha, bos perusahaan dari Menteng dan Pluit mendatangi standnya. Meski tidak membeli semua, tapi batu Bacan menurutnya sudah tidak hanya untuk kalangan pria saja.

“Kemarin itu banyak yang ngajak istri. Mereka beli buat liontin ditambah perak katanya. Laku empat biji yang harganya Rp 3 juta dan Rp 5 juta. Alhamdulillah mas. Mungkin tahun depan buka pameran di sini lagi,” kata pria kelahiran Tuhelu, Maluku itu.

0 Response to "Bio Solar Aceh dan Bengkulu Jadi Pesaing Bacan"

Posting Komentar