Batu Bacan mulai digemari penduduk lokal segala usia dan latar belakang sosial. Bagai magnet, perlahan pesonanya menarik hasrat pendatang dan pelancong manca negara dari Korea dan negeri ‘Tirai Bambu’, Cina. Mereka memburu Batu Bacan asal Palamea dan Doko, Kecamatan Kasiruta Barat Kabupaten Halmahera Selatan.
Batu Palamea dan Doko awalnya berbentuk bongkahan berwarna hitam pekat, dililit warna kembang terbungkus kulit karang, tak tembus cahaya. Dipotong menggunakan mesin (gurinda) untuk dijadikan aneka aksesoris: cincin, kalung, dan sebagainya. Setelah itu, dirawat untuk memperoleh warna hijau bersih. Menggunakan berbagai macam cara. Ada yang direndam dalam wadah berisi air, dijemur di terik mentari. Konon, Batu Bacan akan berproses lebih cepat dalam cuaca ekstrim, panas/dingin.
Batu Palamea dan Doko dikenal penduduk strata bawah, petani dan nelayan. Batu Palamea dan Doko secara tak sengaja ditemukan kala mereka mencari komoditas damar di belantara hutan nan berbukit terjal. Yang jauh dari perkampungan. Entah bagaimana cerita awal para pencari komoditas damar beralih memburu bongkahan-bongkahan batu Bacan. Yang pasti, di balik pesonanya, batu Bacan ternyata bernilai ekonomi cukup tinggi dan prospektif. Tak usah heran, kini penambang batu Bacan tak hanya penduduk lokal. Penduduk asal Manado, Sulawesi Utara, pun berdatangan menambang di lahan masyarakat Kecamatan Kasiruta Barat.
Dengan menggunakan cara dan alat tradisional, mereka mencari batu Bacan di lereng gunung, hutan belantara. Kendati resikonya besar bagi jiwa, namun para penambang tak henti memburu batu Bacan. Tak kenal lelah, hujan maupun panas. Mengapa?
Tak hanya dalam bentuk bongkahan yang bernilai tinggi, yang sudah berwujud permata cincin pun harganya menggiurkan. Terlebih yang berwarna hijau (cincao)—persis batu giok, orang harus merogoh kocek tebal lantaran dibandrol selangit.
Wajar, para perajin batu Bacan tumbuh di mana-mana, bagai “jamur di musim hujan”. Di hampir semua sudut Bacan, apalagi di Kota Ternate dan Sofifi, gampang dijumpai. Inilah yang kian memantik hasrat penambang memburu batu serupa di luar pulau Kasiruta Barat. Obi dan Kayoa dijadikan sasaran penambangan, meski pesona, harga, dan kualitasnya tak selevel batu Bacan. Belakangan, para penggila maupun yang hobi mengoleksi batu mulia, nekad mendaki gunung Soifi, Oba Utara, demi seonggok batu Sigi.
Akibat terus ditambang, bongkahan batu Palamea yang terletak di Desa Palamea—kini sulit ditemukan. Langka. Para penambang menghabiskan waktu berminggu-minggu, bahkan bulan. Kadang mereka tak mampu bertahan lama karena kehabisan stok makanan.
Batu Bacan merupakan salah satu di antara banyaknya sumberdaya alam potensial yang dimiliki pemerintah daerah Halmahera Selatan. Hanya saja tak seperti sumberdaya alam lain yang renewable. Pengolahan bongkahan menjadi batu permata ialah jalan terbaik untuk menjaga keberlangsungannya dari kepunahan. Kerajinan ini dalam perspektif ekonomi dikategorikan ekonomi kreatif. Karena itu, pemerintah Halsel semestinya memproteksi. Bila sedikit lengah, atau cuek, potensi tersebut akan cepat punah. Begitu pula dengan para perajin. Di sisi lain, untuk menghindari agar permata batu Bacan tak senasib dengan batik yang pernah diklaim pemerintah Malaysia.
Kebijakan Bupati Halmahera Selatan yang mengharuskan semua pegawai negeri mengenakan aksesoris batu Bacan, adalah langkah kecil yang tak cukup memproteksi batu Bacan. Sebuah perusahan ikan yang kolaps karena salah urus sudah cukup menjadi catatan buruk betapa lengah dan tak profesionalnya pemda (Perusda) mengelola kekayaan sumberdaya alam di Kabupaten Halmahera Selatan.
Bicara batu permata, bukan di zaman ini yang pesonanya menggegerkan masyarakat seperti batu Bacan. Bila menengok kembali serpihan sejarah perabadan manusia, batu mulia atau permata merupakan hiasan yang amat berharga. Selain keindahannya yang memesona, juga unik, langka, dan sebagian kalangan percaya memiliki daya magis, mendatangkan keberuntungan bagi manusia. Tapi hanya digunakan mereka yang punya kuasa dan materi. Kini, aksesoris yang membalut tubuh serupa itu telah dipakai semua kalangan dengan berbagai motivasi. Ada yang dipersembahkan kepada seseorang yang mengandung arti tersendiri.
Pesona batu Bacan membahana pada semua ruang dan waktu. Dari kedai kopi, jejaring sosial, perkantoran, pasar tradisional dan modern, hingga hajatan (leleyan) batu Bacan tak henti dibincangkan, dipamerkan. Hidup seakan tak lengkap, bila tak mengenakan permata mulia itu. Celakanya, lantaran pesonanya, batu Bacan telah dijadikan “pelicin” oleh sebagian kalangan dalam mengurus proyek dan program pusat. Bukan Main.......!
Batu Palamea dan Doko awalnya berbentuk bongkahan berwarna hitam pekat, dililit warna kembang terbungkus kulit karang, tak tembus cahaya. Dipotong menggunakan mesin (gurinda) untuk dijadikan aneka aksesoris: cincin, kalung, dan sebagainya. Setelah itu, dirawat untuk memperoleh warna hijau bersih. Menggunakan berbagai macam cara. Ada yang direndam dalam wadah berisi air, dijemur di terik mentari. Konon, Batu Bacan akan berproses lebih cepat dalam cuaca ekstrim, panas/dingin.
Batu Palamea dan Doko dikenal penduduk strata bawah, petani dan nelayan. Batu Palamea dan Doko secara tak sengaja ditemukan kala mereka mencari komoditas damar di belantara hutan nan berbukit terjal. Yang jauh dari perkampungan. Entah bagaimana cerita awal para pencari komoditas damar beralih memburu bongkahan-bongkahan batu Bacan. Yang pasti, di balik pesonanya, batu Bacan ternyata bernilai ekonomi cukup tinggi dan prospektif. Tak usah heran, kini penambang batu Bacan tak hanya penduduk lokal. Penduduk asal Manado, Sulawesi Utara, pun berdatangan menambang di lahan masyarakat Kecamatan Kasiruta Barat.
Dengan menggunakan cara dan alat tradisional, mereka mencari batu Bacan di lereng gunung, hutan belantara. Kendati resikonya besar bagi jiwa, namun para penambang tak henti memburu batu Bacan. Tak kenal lelah, hujan maupun panas. Mengapa?
Tak hanya dalam bentuk bongkahan yang bernilai tinggi, yang sudah berwujud permata cincin pun harganya menggiurkan. Terlebih yang berwarna hijau (cincao)—persis batu giok, orang harus merogoh kocek tebal lantaran dibandrol selangit.
Wajar, para perajin batu Bacan tumbuh di mana-mana, bagai “jamur di musim hujan”. Di hampir semua sudut Bacan, apalagi di Kota Ternate dan Sofifi, gampang dijumpai. Inilah yang kian memantik hasrat penambang memburu batu serupa di luar pulau Kasiruta Barat. Obi dan Kayoa dijadikan sasaran penambangan, meski pesona, harga, dan kualitasnya tak selevel batu Bacan. Belakangan, para penggila maupun yang hobi mengoleksi batu mulia, nekad mendaki gunung Soifi, Oba Utara, demi seonggok batu Sigi.
Akibat terus ditambang, bongkahan batu Palamea yang terletak di Desa Palamea—kini sulit ditemukan. Langka. Para penambang menghabiskan waktu berminggu-minggu, bahkan bulan. Kadang mereka tak mampu bertahan lama karena kehabisan stok makanan.
Batu Bacan merupakan salah satu di antara banyaknya sumberdaya alam potensial yang dimiliki pemerintah daerah Halmahera Selatan. Hanya saja tak seperti sumberdaya alam lain yang renewable. Pengolahan bongkahan menjadi batu permata ialah jalan terbaik untuk menjaga keberlangsungannya dari kepunahan. Kerajinan ini dalam perspektif ekonomi dikategorikan ekonomi kreatif. Karena itu, pemerintah Halsel semestinya memproteksi. Bila sedikit lengah, atau cuek, potensi tersebut akan cepat punah. Begitu pula dengan para perajin. Di sisi lain, untuk menghindari agar permata batu Bacan tak senasib dengan batik yang pernah diklaim pemerintah Malaysia.
Kebijakan Bupati Halmahera Selatan yang mengharuskan semua pegawai negeri mengenakan aksesoris batu Bacan, adalah langkah kecil yang tak cukup memproteksi batu Bacan. Sebuah perusahan ikan yang kolaps karena salah urus sudah cukup menjadi catatan buruk betapa lengah dan tak profesionalnya pemda (Perusda) mengelola kekayaan sumberdaya alam di Kabupaten Halmahera Selatan.
Bicara batu permata, bukan di zaman ini yang pesonanya menggegerkan masyarakat seperti batu Bacan. Bila menengok kembali serpihan sejarah perabadan manusia, batu mulia atau permata merupakan hiasan yang amat berharga. Selain keindahannya yang memesona, juga unik, langka, dan sebagian kalangan percaya memiliki daya magis, mendatangkan keberuntungan bagi manusia. Tapi hanya digunakan mereka yang punya kuasa dan materi. Kini, aksesoris yang membalut tubuh serupa itu telah dipakai semua kalangan dengan berbagai motivasi. Ada yang dipersembahkan kepada seseorang yang mengandung arti tersendiri.
Pesona batu Bacan membahana pada semua ruang dan waktu. Dari kedai kopi, jejaring sosial, perkantoran, pasar tradisional dan modern, hingga hajatan (leleyan) batu Bacan tak henti dibincangkan, dipamerkan. Hidup seakan tak lengkap, bila tak mengenakan permata mulia itu. Celakanya, lantaran pesonanya, batu Bacan telah dijadikan “pelicin” oleh sebagian kalangan dalam mengurus proyek dan program pusat. Bukan Main.......!
0 Response to "Batu Bacan Tebar Pesona"
Posting Komentar