Martapura adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia. Martapura adalah ibukota kabupaten Banjar yang terdiri atas kecamatan Martapura, Martapura Barat dan Martapura Timur.


Kota ini terkenal sebagai kota santri di Kalimantan, karena terdapat pesantren Darussalam. Kota Martapura semula bernama Kayutangi yang merupakan ibukota Kesultanan Banjar (terakhir di masa pemerintahan Sultan Adam).

Julukan Kota Martapura sebagai kota Intan merupakan kebanggan tersediri bagi para masyarakat dan pemerintah daerah kaupaten Banjar.  Bercermin pada perjalanan sejarah perkembangan kota Martapura yang juga merupakan ibu kota kabupaten Banjar sangatlah beralasan.

Potensi batu mulia di kota Martapura ini dapat dibuktikan sejak  tahun 1950 sampai dengan sekarang banyak para pedagang intan tradisional melakukan kegiatan dagang dan transaksinya di kota ini. Batu mulia, seperti intan dan permata adalah ciri khas Martapura.

Oleh sebab itu kota ini sering dikunjungi wisatawan karena merupakan pusat transaksi penjualan intan dan tempat penggosokan intan utama di Kalimantan, serta menyediakan banyak cenderamata batu mulia.

Tersohor Sejak Jaman Jepang

Sebenarnya perdagangan intan di Banjar dan Banjarbaru (yang dulunya menyatu) sudah tersohor sejak zaman Jepang. Pada saat itu ada semacam kewajiban bagi para pendulang untuk menjual intan-intan yang ditemukannya kepada orang-orang Jepang.

Bahkan ada pula yang dijadikan upeti. Biasanya, tempat penyerahan dilakukan di Pasar Batuah, eks gedung bioskop. Tapi lama kelamaan, pendulang boleh menjual kepada saudagar lokal. Mereka bertransaksi di di pasar kecil tak jauh dari gedung bioskop di pasar Martapura.

Transaksi dilakukan secara tradisional. Penjual langsung ketemu pembeli. Bertransaksi dan barang berpindah tangan. Ada uang ada intan. Dari lokasi inilah didistribusikan batu-batu yang telah siap dipasarkan, dari yang asli sampai dengan yang sintetis (jenangan, suntikan, atau batu proses).

Perlunya Peningkatan Kualitas

Dikarenakan batu mulia seperti intan dan permata adalah ciri khas Martapura, semuanya tidak luput dari eksistensi dan keberadaan para penambang dan pengrajin yang secara turun temurun bergelut pada aktivitas tersebut.

Namun sayang, pengrajin di kota ini belum mampu meningkatkan kualitas intan dan permata, sehingga saat diperjualbelikan harganya sangat murah. Di samping persoalan mutu, konsumen batu permata juga mempersoalkan garansi produk, harga murah bukan lagi menjadi pilihan pertama.

Keberadaan Lembaga Pengembangan dan Sertifikasi Batu mulia (LPSB) Banjar, diharap dapat membangkitkan kembali usaha batu permata yang sebelumnya sempat terpuruk. Seiring dengan keterbukaan informasi dan kemajuan teknologi penggosokan batu mulia, seni kerajinan dan penggosokan mengalami penyesuaian.

Yang kerap menjadi persoalan klasik, pola dan sistem yang dipakai masih menggunakan sistem sederhana dan dengan menggunakan peralatan sederhana pula. Disini, para pengrajin mulai dituntut menggunakan alat pengolahan yang modern, serta motif-motif dan polesan yang lebih menarik.

Hal ini didasari dengan kebutuhan selera pasar, yang saat ini menuntut inovasi baru, baik pada motif, bentuk serta variasi khas dari setiap batu permata, yang dapat ditampilkan oleh setiap pengrajin.

Beberapa hal yang harus dilakukan terkait dengan pengembangan potensi batu mulia di Martapura.

  1. Mengembangkan mekanisme investasi terkait batu mulia adalah elemen sumber daya yang memiliki prospek investasi ke depan.

  2. Menjadikan potensi batu mulia sebagai salah satu hal yang harus di analisis lebih mendalam untuk pengembangannya sehingga dapat menarik investor baik dalam negeri maupun luar negeri.

  3. Mengembangkan sentra-sentra produksi batu mulia yang masih sporadis dan berskala kecil sehingga pemberdayaannya dapat menambah lapangan kerja dan menambah pendapatan daerah.