Di balik keindahan souvenir perak mungil di Kotagede, terdapat ketekunan, kesabaran, dan kekuatan. Berkunjunglah ke sana dan coba langsung membuat kerajinan perak. Anda dijamin termehek-mehek.
Pekan lalu, udara siang cukup panas. Ruangan berukuran 3 x 5 meter yang biasanya digunakan staf Kerajinan Perak Harto Soehardjo (HS) Silver 800-925, Kotagede, Yogyakarta, memandu rombongan wisatawan domestik, penuh. Berderet meja terisi orang yang sibuk menekuk-nekuk perak seukuran batang ijuk.
Tangan mereka sigap, membentuk lekukan perak dengan bantuan tangan dan penjepit. Kepala menunduk, mata sedikit melotot, dan peluh bercucuran dari wajah dan tangan. Kipas angin besar tak sanggup meneduhkan fisik dan hati mereka.
"Wah nggak kuat. Panas," kata salah satu 'perajin' perak dadakan ini beralasan sambil meninggalkan meja kerjanya.
Setengah jam kemudian, tak satu pun dari mereka berhasil menyelesaikan tugas paling sederhana bagi seorang perajin asli tersebut. Staf pendamping yang sehar-hari berurusan dengan hiasan ini pun mengambil alih. Tak sampai lima menit, lekukan-lekukan indah dari benang perak itu jadi.
"Kalau nggak biasa, memang sulit," kata perempuan perajin sambil tersenyum memandang wisatawan lokal yang terus saja mengeluhkan sulitnya membuat lekukan dari benang perak.
"Berapa lama kerja di sini, Mbak?" tanya salah satu wisatawan.
"20 tahun. Sejak kecil saya sudah belajar," jawabnya perempuan berambut pendek itu.
Hah, 20 tahun? Wisatawan yang mendengar jawaban itu geleng-geleng kepala. Hm, makanya bikin hiasannya kok cepat banget, mungkin begitu pikir mereka.
HS Silver 800-925 terletak di Jalan Mondorakan, Kotagede, Yogyakarta. Kawasan ini terletak di sebelah Selatan Kota Yogyakarta, kira-kira 5 Km dari pusat kota. HS adalah singkatan dari Harto Soehardjo, sementara 800-925 merujuk kepada kandungan perak yang digunakan di tempat tersebut. Dari tempat tersebut, perak dihasilkan dan dijadikan souvenir bernilai tinggi.
Indusri keluarga ini merupakan satu di antara sekian kerajinan logam lainnya. Berdasarkan sejarah, kawasan Kotagede dulunya memang dikenal sebagai penghasil perhiasan atau perlengkapan dari logam sejak abad ke-16. Konon, saat itu, pihak kerajaan meminta masyarakat setempat memproduksi perhiasan atau perlengkapan lainnya. Sultan Hamengku Buwono VIII disebut-sebut sangat terpikat dengan keindahan kerajinan logam ini dan meminta usaha tersebut diteruskan dan dikembangkan.
Keahlian turun-temurun itu terus terwariskan dari generasi ke generasi. Kerajian ini mengalami kejayaan pada pada tahun 1930-1940-an. Kerajinan-kerajinan berbahan dasar logam, bermunculan. Sebagian besar di antaranya menciptakan ornamen bermotif tumbuh-tumbuhan dengan modifikasi-modifikasi tertentu. Tapi ciri khas utama sama: dikerjakan dengan cara manual alias mengandalkan keterampilan tangan.
Awalnya, HS Silver 800-925 memproduksi perhiasan imitasi. Kemudian pada akhir 1953 hingga kini, industri keluarga ini bermetamorfosa dengan memproduksi kerajinan perak. Label HS Silver 800-925 disematkan pada tahun 1990-an.
Kompleks bangunan HS Silver tampak megah dengan gapura besar bertuliskan "HS 800-925". Di dalamnya, terdapat banyak ruang, seperti show room, bengkel atau tempat para perajin bekerja, ruang guide, dan lain-lain. Jika datang berombongan atau sendiri tapi sudah order, wisatawan akan disambut staf HS Silver.
Staf ini menjelaskan proses pembuatan perak, mulai dari cara mencari serpihan perak hingga menjadikannya benang atau bentuk padat lainnya. Dijelaskan juga bagaimana proses menghias perhiasan atau souvenir berikut alat-alat yang digunakan. Usai mendapat penjelasan, wisatawan dipersilakan melihat langsung prosesnya di sebelah ruang guide. Ruangannya memanjang, berisi meja, las, dan berbagai perangkat. Sejumlah orang berkaos merah—seragam khas HS, terlihat sibuk dengan urusannya. Ada yang mengolor benang perak, memasang hiasan, mengukir bahan perak.
Nah usai melihat-lihat itulah, biasanya 'test drive' dilakukan. Wisatawan dapat mencoba menghias cincin, kalung, atau anting dengan benang perak. Motifnya sudah disediakan, tinggal memotong benang
perak, membentuknya sesuai motif tersebut, dan memasangnya.
Kelihatannya memang sederhana, tapi ternyata untuk memegang benang dalam posisi standar saja, susahnya minta ampun. Apalagi untuk menekuk benang menjadi motif tertentu, tentu lebih susah lagi. Tapi jangan khawatir, kalau lapar dan haus setelah 'bekerja keras', ada restoran yang siap menampung. Tempatnya di seberang kompleks HS Silver 800-925.
Omah Dhuwur, nama restoran tersebut. Dalam bahasa Indonesia, dua kata tersebut berarti "Rumah Tinggi". Dibanding bangunan di sekitarnya, restoran ini memang lebih tinggi. Untuk masuk, orang harus naik tangga batu laiknya di candi-candi. Dari restoran dengan arsitektural bergaya Eropa dan Jawa itu, terlihat lanskap sebagian Kotagede. Sajian menu Jawa-nya bisa diandalkan. Terutama bagi yang termehek-mehek karena tak sanggup menghias cincin, kalung, atau anting pilihannya. Jangan lupa mampir ke jalan kemasan Kotagede saat anda ke Yogyakarta.
0 Response to "Mengintip Perajin Perak Di Kotagede Yogyakarta"
Posting Komentar